Kamis, 28 Mei 2015

A Part of Inventory Control


Hallo…
Nama ane Leo, ini postingan pertama ane tentang Supply Chain Management (SCM). Kepahaman ane tentang SCM tidaklah mutlak karena banyak guru-guru, senior-senior dan kolega ane yang memiliki pengetahuan lebih. Untuk itu, bila ada pembahasan yang kurang tepat, ane mohon masukan guna penyempurnaan tulisan ini.
Tema inventory control ane pilih pada postingan pertama ini bukan tanpa alasan. Bila pada tubuh manusia otak adalah tempat proses berpikir, di SCM juga demikian. Inventory Control ibarat otak yang memikirkan rencana dan strategi SCM.
Ditelisik lebih dalam, otak manusia tidak akan berpikir apabila manusia tersebut tidak bernyawa (alias meninggal). Nah, yang menjadi nyawa inventory control adalah Turn Over Ratio (TOR). Tanpa TOR, inventory control ibarat jasat tak bernyawa alias ber-otak tapi tak berpikir…. Hehehehehe….. Kok analoginya jadi ribet gini yaa….?
Mari kita bahas masalah nyawa alias TOR ini.
Sebagai mana yang ane sebut di atas, TOR merupakan singkatan dari Turn Over Ratio. Sederhanya adalah tingkat perputaran barang. Secara matematika dapat dirumuskan dengan:
 
TOR yang tinggi (biasanya di atas 1) merupakan indikasi inventory control yang sehat. Masih bingung….?
Ini analoginya…… Anggaplah anda seorang pemilik minimarket. Untuk melayani pembeli, anda akan megisi stock barang dan disusun rapi pada rak-rak yang sudah disediakan. Semakin lengkap jenis barang anda, semakin senang orang berbelanja di minimarket tersebut. Tapi ingat, semakin tinggi stock yang ada punya, semakin banyak modal yang anda butuhkan untuk membayar barang dari pemasok anda. Pertanyaannya…. Apakah pejualan anda dapat dipastikan lancar? Bila pembelinya banyak, nilai penjualan anda akan sangat besar. Total nilai penjualan anda selama satu tahun, dibagi dengan nalai stock yang anda punya di rak dan gudang pada saat ini adalah TOR.
Dari analogi di atas dapat dilihat bahwa samakin kecil nilai TOR, semakin banyak dana yang akan “terpendam”. Bila anda “memendam” dana dalam jumlah besar, anda akan rugi karena seharusnya dana itu bisa anda gunakan untuk keperluaan lain yang lebih menguntungkan. Begitu juga sebaliknya, apabila TOR di atas 1,2,3…. dst, berarti dengan dana (modal) yang semakin kecil anda akan mendapatkan omset yang lebih besar. Itulah alasannya mengapa inventory control harus memikirkan strategi untuk menekan nilai stock menjadi seminimal mungkin dengan tetap menjaga ketersediaan barang.
Berbicara tentang ketersediaan barang. Seorang Analyst Inventory Control dituntut agar semua permintaan dapat dipenuhi (Biasanya dituangkan pada target Key Performance Indocator (KPI) yang menjadi dasar penilaian kinerja). Pemenuhan permintaan ini dikenal dengan Servis Level (SL). Secara matematika, SL dapat dirumuskan dengan:
Nilai SL 100% mengindikasikan semua permintaan dapat dipenuhi. Dihubungkan dengan analogi minimarket, apabila SL 100% berarti anda tidak pernah kehabisan stock. Semua barang yang dicari pembeli tersedia di minimarket anda. Pertanyaan selanjutnya, Bagaimana kita bisa tahu, mana barang yang sangat dibutuhkan pembeli, mana yang  kurang dan mana yang tidak dibutuhkan….? (Jawabannya akan dikupas pada postingan terpisah… Hehehehe).
Makanya banyak yang menyimpulkan bahwa TOR itu efisiensi (seberapa efisien nilai stock untuk memenuhi kebutuhan karena nilai stock yang tinggi adalah suatu pemborosan) dan SL adalah Efektifitas (seberapa efektif stock yang kita punya dapat memenuhi permintaan).
Semoga postingan singkat ini dapat membuka wawasan pembaca dan menjadi sarana sharing knowledge bagi kita semua…. Amiin.

Bukit Datuk - Dumai